Kamis, 15 Maret 2012

BUDAYA TERTIB LALU LINTAS


Kemacetan merupakan momok bagi kota-kota besar di dunia, tak terkecuali Jakarta. Beberapa alasan klasik jadi penyebabnya, seperti jumlah moda trasportasi yang terus meningkat, infrastruktur yang stagnan, atau perilaku dari pelaku lalu lintas sendiri yang tak kunjung dewasa. Membahas perihal ketiga, menyoal perilaku pelaku lalu lintas, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, terus berupaya memberikan sosialisasi, himbauan, bahkan teguran keras terhadap perilaku menyimpang para pengguna jalan. Lebih khusus, terkini Dit Lantas PMJ menyoroti perilaku para supir bus dalam dan luar kota. Sering tampak di sudut-sudut jalan, mereka berperilaku seenaknya seperti menaik turunkan penumpang sembarangan, kejar-kejaran dengan bus lain, hingga ngetem di sembarang tempat.
Berbagai upaya pun telah dilakukan Dit Lantas PMJ, dari tindakan preventif hingga persuasif. Namun, meskipun upaya penertiban yang telah dilakukan optimal, kadang tak jarang hasil yang didapat masih kurang maksimal. Masih saja banyak supir yang tetap menyalahi aturan lalu lintas. Contoh kasus ada di putaran Pasar Rebo, Jakarta Timur. Bus luar kota yang ngetem di situ membuat kemacetan panjang dari arah Kampung Rambutan menuju Jalan Raya Bogor maupun TB Simatupang. Padahal, penindakan telah sering dilakukan, namun tetap saja pelanggaran muncul dengan alasan mencari nafkah. Kendati demikian, Dit Lantas tak jera dalam memikirkan cara untuk mengatasi problematika ini. Upaya yang terus dilakukan adalah dengan bentuk sosialisasi tertib berlalu lintas dan pentingnya keselamatan penumpang. Terkini, sosialisasi digelar Pihak Dikyasa (Pendidikan dan Rekayasa) Polda Metro Jaya yang dipimpin AKBP Marince Pellokila dilakukan di Terminal Lebak Bulus, dan diikuti 75 sopir dan kernet bus.
Marince mengatakan, sosialisasi kepada sopir dilakukan karena mereka memiliki tanggung terhadap keselamatan penumpang. Metode penyampaian sosialisasi kali ini dikemas berbeda, yakni dengan mengedepankan pendekatan psikologis dimana menekankan pada personal sopir dan sosialisasi UU lalu lintas No 22 tahun 2009. "Sekarang ini tidak jamannya lagi menakuti–nakuti supir agar tertib dengan menggunakan tilang, namun harus dengan lebih pendekatan psikologis. Sehingga kesadaran mereka akan muncul dari diri sendiri," ujar Marince ketika ditemui TMC di terminal lebak bulus, Rabu (25/05/2011).
Sosialisasi itu pun berjalan dua arah. Para supir tidak hanya menerima keterangan dari para Polantas, namun mereka juga melemparkan keluh kesah kepada aparat lalu lintas tersebut. "Polisi boleh saja memberikan sosialisasi tentang aturan menaikan dan menurunkan penumpang kepada para sopir. Namun, alangkah baiknya melakukan hal serupa juga kepada para penumpang. Soalnya, ketika kita ingin berhenti di halte, mereka tetap ngotot diberhentikan di tempat yang diinginkan. Jadi terpaksa kami melanggar," ujar Agustis (45) Supir Kopaja jurusan Lebak Bulus – Kota.
Menanggapi keluhan ini, Marience pun memaparkan usaha yang telah dilakukan jajarannya. Menurutnya, pihak Polantas juga tak jera dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang keselamatan naik bus di halte lewat berbagai media seperti radio, panflet, maupun spanduk.  Pihak Dit Lantas pun begitu intens dalam menggelar sosialisasi kepada para kalangan sopir bus. Sosialisasi di terminal lebak bulus ini sendiri merupakan program berantai yang dilakukan Dit Lantas, dimana sebelumnya menggelar acara serupa di terminal bus Kalideres.(Erwan/Danar /TMC).

Kesimpulan dan pendapat :
                Budaya tertib lalu lintas yang semakin di lupakan bukan saja menyebabkan kemacetan tetapi juga sering menyebabkan kecelakaan. Kebiasaan melanggar aturan lalu lintas ketika tidak ada aparat yag mejaga dan juga kebiasaan “berdamai” ketika melakukan kesalahan membuat kebanyakan para pengguna jalan dengan enak nya melanggar peraturan lalu lintas. Selain melalui sosialisasi budaya tertib lalu lintas juga dapat di lakukan dengan cara menyadarkan para pengguna jalan mengenai kerugian yang didapat apabila mereka melanggar peraturan lalu lintas. Misalya saja, apabila seorang supir bus dengan seenakya menaikkan atau menurunkan penumpang itu dapat menimbulkan kemacetan yang nantinya kan merugikan banyak orang dan bahkan merugikan diri sendiri. Ketika pengendara sudah merasa lelah akibat macet maka pegendara akan kehilangan sedikit konsentrasi dalam mengendarai kendaraan mereka akibatnya bisa menimbulkan kecelakaan.
Kecelakaan lalu lintas dapat berdampak terhadap peningkatan kemiskinan, karena kecelakaan lalu lintas mengakibatkan bertambahnya biaya perawatan, kehilangan produktivitas, kehilangan pencari nafkah dalam keluarga yang menyebabkan trauma, stress dan penderitaan yang berkepanjangan. Bahkan lebih jauh lagi kecelakaan lalu lintas dapat memicu terjadinya permasalahan di segala bidang seperti terjadinya kesenjangan sosial akibat meningkatnya jumlah pengangguran, meningkatnya angka kriminalitas, ketidakstabilan politik dan kerugian di bidang ekonomi.  Jadi menurut saya, budaya tertib lalu lintas dapat di wujudkan apabila para pengguna jalan raya memiliki kesadaran dalam diri masing-masing. Karena, sesering apapun pihak kepolisian atau orang lain melakukan sosialisasi tentang budaya tertib lalu lintas tetapi pribadi masing-masing pengendara jalan raya tidak memiliki kesadaran dalam diri maka tidak akan menghasilkan apapun.