Kemacetan
merupakan momok bagi kota-kota besar di dunia, tak terkecuali Jakarta. Beberapa
alasan klasik jadi penyebabnya, seperti jumlah moda trasportasi yang terus
meningkat, infrastruktur yang stagnan, atau perilaku dari pelaku lalu lintas
sendiri yang tak kunjung dewasa. Membahas perihal ketiga, menyoal perilaku
pelaku lalu lintas, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, terus berupaya
memberikan sosialisasi, himbauan, bahkan teguran keras terhadap perilaku
menyimpang para pengguna jalan. Lebih khusus, terkini Dit Lantas PMJ
menyoroti perilaku para supir bus dalam dan luar kota. Sering tampak di
sudut-sudut jalan, mereka berperilaku seenaknya seperti menaik turunkan
penumpang sembarangan, kejar-kejaran dengan bus lain, hingga ngetem di
sembarang tempat.
Berbagai upaya
pun telah dilakukan Dit Lantas PMJ, dari tindakan preventif hingga persuasif.
Namun, meskipun upaya penertiban yang telah dilakukan optimal, kadang tak
jarang hasil yang didapat masih kurang maksimal. Masih saja banyak supir yang
tetap menyalahi aturan lalu lintas. Contoh kasus ada di putaran Pasar Rebo,
Jakarta Timur. Bus luar kota yang ngetem di situ membuat kemacetan panjang dari
arah Kampung Rambutan menuju Jalan Raya Bogor maupun TB Simatupang. Padahal,
penindakan telah sering dilakukan, namun tetap saja pelanggaran muncul dengan
alasan mencari nafkah. Kendati demikian, Dit Lantas tak jera dalam memikirkan
cara untuk mengatasi problematika ini. Upaya yang terus dilakukan adalah dengan
bentuk sosialisasi tertib berlalu lintas dan pentingnya keselamatan penumpang.
Terkini, sosialisasi digelar Pihak Dikyasa (Pendidikan dan Rekayasa) Polda
Metro Jaya yang dipimpin AKBP Marince Pellokila dilakukan di Terminal Lebak
Bulus, dan diikuti 75 sopir dan kernet bus.
Marince
mengatakan, sosialisasi kepada sopir dilakukan karena mereka memiliki tanggung
terhadap keselamatan penumpang. Metode penyampaian sosialisasi kali ini dikemas
berbeda, yakni dengan mengedepankan pendekatan psikologis dimana menekankan
pada personal sopir dan sosialisasi UU lalu lintas No 22 tahun 2009. "Sekarang
ini tidak jamannya lagi menakuti–nakuti supir agar tertib dengan menggunakan
tilang, namun harus dengan lebih pendekatan psikologis. Sehingga kesadaran
mereka akan muncul dari diri sendiri," ujar Marince ketika ditemui TMC di
terminal lebak bulus, Rabu (25/05/2011).
Sosialisasi itu
pun berjalan dua arah. Para supir tidak hanya menerima keterangan dari para
Polantas, namun mereka juga melemparkan keluh kesah kepada aparat lalu lintas
tersebut. "Polisi boleh saja memberikan sosialisasi tentang aturan
menaikan dan menurunkan penumpang kepada para sopir. Namun, alangkah baiknya
melakukan hal serupa juga kepada para penumpang. Soalnya, ketika kita ingin
berhenti di halte, mereka tetap ngotot diberhentikan di tempat yang diinginkan.
Jadi terpaksa kami melanggar," ujar Agustis (45) Supir Kopaja jurusan
Lebak Bulus – Kota.
Menanggapi
keluhan ini, Marience pun memaparkan usaha yang telah dilakukan jajarannya.
Menurutnya, pihak Polantas juga tak jera dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat
tentang keselamatan naik bus di halte lewat berbagai media seperti radio,
panflet, maupun spanduk. Pihak Dit Lantas pun begitu intens dalam
menggelar sosialisasi kepada para kalangan sopir bus. Sosialisasi di terminal
lebak bulus ini sendiri merupakan program berantai yang dilakukan Dit Lantas,
dimana sebelumnya menggelar acara serupa di terminal bus Kalideres.(Erwan/Danar
/TMC).
Kesimpulan dan pendapat :
Budaya tertib lalu
lintas yang semakin di lupakan bukan saja menyebabkan kemacetan tetapi juga
sering menyebabkan kecelakaan. Kebiasaan melanggar aturan lalu lintas ketika
tidak ada aparat yag mejaga dan juga kebiasaan “berdamai” ketika melakukan
kesalahan membuat kebanyakan para pengguna jalan dengan enak nya melanggar
peraturan lalu lintas. Selain melalui sosialisasi budaya tertib lalu lintas
juga dapat di lakukan dengan cara menyadarkan para pengguna jalan mengenai
kerugian yang didapat apabila mereka melanggar peraturan lalu lintas. Misalya saja,
apabila seorang supir bus dengan seenakya menaikkan atau menurunkan penumpang
itu dapat menimbulkan kemacetan yang nantinya kan merugikan banyak orang dan
bahkan merugikan diri sendiri. Ketika pengendara sudah merasa lelah akibat
macet maka pegendara akan kehilangan sedikit konsentrasi dalam mengendarai
kendaraan mereka akibatnya bisa menimbulkan kecelakaan.
Kecelakaan
lalu lintas dapat berdampak terhadap peningkatan kemiskinan, karena kecelakaan
lalu lintas mengakibatkan bertambahnya biaya perawatan, kehilangan
produktivitas, kehilangan pencari nafkah dalam keluarga yang menyebabkan
trauma, stress dan penderitaan yang berkepanjangan. Bahkan lebih jauh lagi
kecelakaan lalu lintas dapat memicu terjadinya permasalahan di segala bidang
seperti terjadinya kesenjangan sosial akibat meningkatnya jumlah pengangguran,
meningkatnya angka kriminalitas, ketidakstabilan politik dan kerugian di bidang
ekonomi. Jadi menurut saya, budaya
tertib lalu lintas dapat di wujudkan apabila para pengguna jalan raya memiliki
kesadaran dalam diri masing-masing. Karena, sesering apapun pihak kepolisian
atau orang lain melakukan sosialisasi tentang budaya tertib lalu lintas tetapi
pribadi masing-masing pengendara jalan raya tidak memiliki kesadaran dalam diri
maka tidak akan menghasilkan apapun.
kawan, karena kita sudah mulai memasuki mata kuliah softskill akan lebih baik jika blog ini disisipkan link Universitas Gunadarma yaitu www.gunadarma.ac.id yang merupakan identitas kita sebagai mahasiswa di Universitas Gunadarma juga sebagai salah satu kriteria penilaian mata kuliah soft skill.. terima kasih :)
BalasHapusoke terimakasih ya untuk sarannya :)
BalasHapus